NarasiLia.com

Berbagi pengalaman tentang keluarga, gaya hidup, kesehatan, hewan peliharaan, naik kereta, dan kegiatan anak.

7.5.14

Rumah Tanpa Televisi

Tepat tanggal 16 April lalu televisi di rumah kami rusak tak mau menyala. Sudah hampir tiga minggu lamanya rumah kami tidak dibisingi suara televisi. Diutak-utik pun tetap tidak menimbulkan gambar maupun suara. Televisi bertabung besar itu diam tak bergeming. Sebelumnya sempat 'berteriak' mendadak. Kami sudah menduga televisi akan mati suatu hari nanti. Maklumlah, televisi warisan mertua. Mereknya dijitak, alias Digitec. Si badan besar rasanya juga sudah tak berdaya jika diservice, onderdilnya mungkin sudah langka.

Si tivi gendut
 Aaah, rasanya memang bikin galau bangeeet
Diprotes anakku karena mereka tak bisa menonton film kartun 3D kesayangan mereka. Sebutlah seperti Ipin-Upin, Masha & The Bear, Code Lyoco, Pororo, Shaun The Sheep, dan satu lagi kartun legendaris Tin-Tin. Ada juga acara reality show seperti CCTV, The X-Game, dan The Comment. Begitu juga tontonan favorit bundanya, yaitu Stand Up Comedy, Kick Andy, Just Alvin, sesekali ceramah (itu juga kalau gak kelewat). Ayahnya? sama juga, salah satu korban yang tidak bisa menonton Moto GP, acara yang kayanya dinanti dan dirindu. 

Itulah acara televisi kami. Untuk acara yang lainnya, mohon maaf, selebihnya kami matikan. Tak sanggup lagi aku melihat berita-berita dan infotaiment yang selalu mengulas keburukan dan kejahatan (menurut kami). Cuek aja deh kalau agak ketinggalan berita. Baca-baca di mbah gugel juga masih bisa. Bagaimana dengan tivi kabel? Apalagi itu, si emak hemat ini tidak kepikiran untuk menyewa. Fikiran ini dipaksa tidak kecanduan nonton film, karena sekali senang film drama, aiih, sepertinya tingkahku mirip anak-anak yang tak mau terlewatkan. Berebut channel itu sering terjadi deh, sekali lagi: maklum tivi kami cuma satu. 

kecewanya Shidqi tivi rusak

Nah apa yang terjadi selama tanpa televisi? 

Ahay, banyak sekali nilai positifnya. Perubahan sikap yang terjadi pada anak-anak sangat terlihat. Seperti Shidqi, sepulang sekolah dia tak lagi sibuk mencari bantal untuk sekedar rebahan di depan televisi. Kini kuperhatikan dia sibuk dengan membongkar mainan kereta mininya lagi. Kadang-kadang malah diambilnya buku-buku cerita yang dulu sempat teronggok di lemari bukunya.
Yang sering dia baca adalah komik Islam sehari-hari, buku kereta keluaran PJKA, bahkan buku peta berbagai negara. Setelah sholat ashar, biasanya dia akan pamit untuk main sepeda. Kalau adiknya jangan ditanya deh, dari pagi sampai sore, sepeda roda tiganya sampai ngos-ngosan diajak main.

komik yang berisi sentilan berdasarkan hadist.


Hari demi hari menjelang kisah ini kutulis, Shidqi dan Selma lebih banyak mengembangkan imajinasinya. Apapun dibuatnya menjadi sesuatu. Entah mainan senter-senteran, lego, buku yang ditumpuk-tumpuk menjadi stasiun keretanya, mencorat-coret kertas, bermain tenda berimajinasi layaknya di sebuah rumah dan berkeluarga, pokoknya jadi lebih kreatif-lah dibanding dulu. Selma tentu saja tinggal mencontoh apapun yang dilakukan abangnya. Jadi semakin gampang deh mengarahkan mereka.


bermain bayangan bintang katanya
bermain face painting
lagi bikin tiang heli
Pengaruh lain yang cukup menggembirakan hati yaitu kedua anakku juga lebih mudah mendengarkan perkataanku. Biasanya tuuuh paling sering dipanggil berulang kali jika sedang asyik menonton televisi. Kini dua kali saja sudah cukup, mereka langsung menjawab panggilanku.
Anda pernah merasakan hal ini?.
"Haloo nak, kupingnya kemana yaa? Serius banget nonton," begitulah kira-kira.
Kini hal itu sudah tidak ada lagi, beneran seneeng deh..*lempar pompom. Semoga terus begitu ya nak, aamiin.

Sttt, padahal panggilan itu hanya ingin bantuan mereka saja, hehehe... 
"Kak, tolong ambilkan sayuran di kulkas dong."
"Kak, tolong bantuin taroin piring nih, bunda yang cuci deh."
"Dek, bantuin bunda beresin mainan yuk, lantai mau disapu nih."
"Dek, tolong buangin sampah ya."
"Kak, naik sepeda gih, beliin bunda gula pasir di warung. Ajak sekalian adiknya!."
*hehhee.. ini sih modus
Semua itu dilakukan mereka dengan tanpa beban. Mereka hanya minta imbalan kue buatanku, sesekali minta dibikinkan teh manis atau susu coklat. Malah lebih banyak minta es krim yang memang sengaja kubuat banyak. Siap di freezer. Apalagi kalau sehabis sholat berjama'ah, Shidqi & Selma selalu kami iming-imingi, "baca do'a yang banyak, minta sama apa yang kalian mau. Allah kan Maha Kaya, Maha Pemberi."
Udah kebaca kan maksudnya? Kalau mereka sedang males dan ngadat, akan kulontarkan kalimat jitu, "katanya mau disayang Allah, ayo dong jangan malas. Mana nih anak pinternya bunda?".


Ada godaan sebenarnya ketika iseng melihat televisi baru di toko. Apalagi lihat tulisan 0%. Waduh, haruskah memaksa menyicil? Tanpa bunga tuh. Hmm.. padahal hutang adalah hal yang sangat kujauhi jika tak terpaksa. Ndilalah, sore kemarin suamiku laporan, katanya ada rencana akan dapat dana segar dari kakak ipar untuk membeli televisi. Tiap bulannya setor Rp.250.000,-. 
Agak kurang antusias sih sebenarnya menerima tawaran ini. Kayanya belum perlu banget deh.
"Nanti aja deh, yah. Lagi pula anak-anak belum nanya lagi kapan beli televisi baru."
"Ya udah, gak jadi berarti ya", balasnya. "Nanti kepengen nonton Stand Up Comedy gimana?"
"Gak papa, masih bisa nonton di You Tube."
Anak-anak pun masih bisa nonton dan main vcd edukasinya di komputer.
Simple.


Terpaksa tanpa televisi nyatanya tidak menimbulkan masalah apa-apa kok. Semua bisa dialihkan kepada kegiatan yang lebih bermanfaat dan mendidik. Benarlah apa yang dikatakan orang bijak, anak ibarat kertas putih, bagaimana kita menorehkannya di dalamnya. Anak ibarat air yang mudah menempati ruangnya. Anak ibarat spons yang mudah menyerap dan menempel apapun yang berada di dekatnya. Tentunya hingga saat ini kami sudah mulai terbiasa. Anak-anak lebih bebas bergerak bermain diluar. Bebas membongkar mainannya (asalkan harus dirapikan kembali). Bahkan Selma lebih banyak mempunyai teman.
Banyak bergerak membuatku berharap mereka akan lebih sehat dan lahap makan. Serta pola tidur mereka menjadi lebih teratur, jam 20.30-an biasanya sudah mulai mengantuk dan tidur. Dengan demikian bangun pagi pun tak sulit lagi. Lain halnya waktu masih ada tontonan tivi, jadwal tidur masih kurang teratur.


Volume televisi tetangga masih sering terdengar. Lucu juga, walaupun sudah lama tak menonton, tapi telinga kami masih hafal suara yang terdengar dari sana. Tercenung, inilah otak kami yang lebih mengenal suara televisi bertahun-tahun lamanya, seumur hidup kita.
Jika ada suara mendengung monoton lalu mendadak ramai, nah kayanya pertandingan bola tuh. Ada suara backsound khas dan alunan suara yang dibuat-buat, ooh itu infotaiment. Ada suara musik-musik dangdut ooh itu acara joget-joget. Malahan yang sering terdengar adalah iklan, iklan, iklan dan iklan. Yap, televisi masa kini hanya dipenuhi hal seperti itu.


***


Aku tak tahu, kapankah televisi baru mengisi kehidupan kami. Yang jelas kami sekeluarga masih menikmati kondisi ini. Hidup adalah pilihan walau terkadang memang harus dipaksakan. Terpaksa TANPA TV.

24 komentar:

  1. Waw keren mak bisa tanpa tv, anak2 malah jadi seru ya mainnya :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya, seru mak, saking serunya makin berantakan rumahnya, hihi.. makasih sudah mampir mak :)

      Hapus
  2. Saya tidak tahu seberapa besar pengaruh TV buat keluarga bunda, tapi kalau saya sendiri alhamdulillah sudah 3 tahun ini tidak ada TV di rumah... dulu pun ketika saya masih kecil, TV di setel hanya ketika hari libur, selebihnya ya yg nyetel Bapa melihat Dunia Dalam Berita di TVRI, saya tidak masalah, malah justru itu tadi, anak2 jadi lebih kreatif dan berimajinasi.. asal tetep dibanyakin asupan bacaannya.. dan kreasi permainannya :)
    Ini Bun, postingan saya ttg "Sengaja Tidak Punya TV" : http://riskiringan.blogspot.com/2014/04/televisi-tv.html

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya mbak, masih belajar terpaksa nih, hehe.. gak terlalu pengaruh besar sih sebenernya, tapi ya gitu galaunya blm terbiasa aja.. Makasih semangatnya mak, meluncuuuurr :D

      Hapus
  3. Anak-anak jadi lebih fokus ke emaknya ya, Mak :-)

    BalasHapus
    Balasan
    1. hihihi, iya mak, soalnya suara emaknya lebih kedengeran sekarang, udah gak ada tandingan dari suara TV.. Makasih sudah mampir mak :D

      Hapus
  4. kalau ternyata anak-anak baik-baik saja ya udah ga usah beli tivi lagi mbak :D
    aku sendiri hampir tidak pernah nonton tivi. anak-anak juga paling nonton pagi sebentar aja sambil sarapan. pulang sekolah sudah sore. habis magrib nonton sebentar. baru kalau sabtu minggu agak banyak nonton tivi.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iyah, jujur sebenernya emak-bapaknya nih mah yg galau, anak-anak santai ^_^.. ini juga kali ya, yg dewasa lebih lama hidup dgn tivi, jadi kayanya ada yg kurang.. kalau anak-anak easy going.. makasih sudah mampir mak :)

      Hapus
  5. Mainan bintang2annya mau aku tiru boleh yaaa... menarik banget.. anakku pasti suka :D
    Ayo mak, semangat hidup tanpa TV, toh lebih bermanfaat buat adek dan kakak :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. hihihi..makasih sudah dikasih semangat lagi.. Boleh banget mak ditiru, sengaja ini aku foto krn aku pun gak ngajarin, mendadak Shidqi main begitu.. Itu gantungan kunci senternya kami belikan buat Market Day disekolahnya, beli di grosiran.. Makasih sudah mampir mak :)

      Hapus
  6. ikutan lomba blog sharp aja mak siapa tahu dapat TV baru hehe

    BalasHapus
    Balasan
    1. ahaha, kau menggodakuuu.. Ngintip aah.. makaasih sudah mampir mak :D :D

      Hapus
  7. He..he...he....elok mak...

    BalasHapus
    Balasan
    1. hehehehe..terimakasih sudah mampir mak :)

      Hapus
  8. Malah jadi kreatif, mak:)

    BalasHapus
    Balasan
    1. bener mak, jadi makin muncul keberanian eksplor ide imajinasi mereka. Makasih sudah mampir :)

      Hapus
  9. Salut bund... kapan ya bisa niru. Padahal kalo nonton TV kita sering cuma misuh-misuh sendiri, ngedumel, ngumpat mereka yang di TV... bikin cape' sendiri kan? Pokoke tulisan ini sangat inspiratif. Ditunggu artikel berikutnya ya...

    BalasHapus
    Balasan
    1. hehehe..iya pak, begitulah.. emang jadi enteng hati kalo gak nonton tipi. Sama-sama pak, terimakasih sudah mampir :)

      Hapus
  10. jadi inget Oprah, di salah satu episodenya bikin tantangan pada sebuah keluarga untuk hidup tanpa gadget, televisi, internet dan lain sebagainya.
    awalnya mereka kesulitan karena terpaksa, namun kemudian di akhir tantangan mereka malah menikmati hidup tanpa semua hal itu.

    BalasHapus
    Balasan
    1. wow, hebat juga ya mereka. Kami masih pegang gadget :(.. Makasih sharingnya mbak Elsa, terimakasih sudah mampir, hehe

      Hapus
  11. Kalau kami memang memutuskan tidak papai tv di rumah (10 th) sejak menikah..karena memang ingin anak2 tak terpengaruh oleh kejelekan2 tv..hasilnya anak2 kami semuanya kutu buku..tiap saya diluar daerah ingin belikan oleh2 jawabannya selalu buku..buku..jadi sepertinya bagus rumah tak ada tv..

    BalasHapus
    Balasan
    1. wow, subhanallah, perlu ditiru nih, walau memang awalnya agak berat ya, terimakasih sharingnya pak Yasin. Semoga kami bisa! :)

      Hapus
  12. Indahnya hidup tanpa tv.

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya, betul mas, walau memang masih sering tergoda, terimakasih sudah mampir

      Hapus

Agar tidak spam pada komentar, gunakan akun Google kamu. Atau kirim email ke: info.narasilia@gmail.com. Thank you ❤

Pengikut:

Lia Lathifa's Medium Audience Badge